Peranan Jenderal Sudirman Terhadap Perkembangan TNI di Indonesia Tahun 1946-1950

Abstract

Sudirman lahir dalam keluarga sederhana pasangan dari Siyem dan Karsid. Memasuki usia anak-anak, Sudirman diangkat anak oleh Raden Tjokrosunarjo seorang wedana yang merupakan ipar dari Siyem. Berkat status priyayi yang di dapat dari R. Tjokrosunaryo, Sudirman bisa merasakan pendidikan secara utuh. Pendidikannya dimulai dari HIS, kemudian MULO dilanjutkan perguruan Wiworotomo dan sekolah guru di Solo. Saat Perang Dunia II, sekolah HIS ditutup paksa oleh pihak Belanda, karena diambil alih fungsinya untuk markas. Sebelum menjadi seorang jendral, beliau adalah guru di sekolah Muhammadiyah. Ketika Jepang membentuk PETA, beliau mengikuti pelatihan bagi calon perwira PETA di Bogor. Beliau lulus dengan pangkat komandan batalyon dan di tempatkan di Kroya, Jawa Tengah. Sejarah perkembangan TNI berawal dari lahirnya Badan Keamanan Rakyat (BKR) tanggal 22 Agustus 1945, yang merupakan korps bantuan untuk menjaga keamanan dan ketentraman daerah. Selanjutnya dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) tanggal 5 Oktober 1945 selanjutnya TKR diubah namanya menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Ketika pemerintah membentuk TKR Sudirman terpilih menjadi pemimpin Devisi V TKR di daerah Banyumas.

Pada tanggal 25 Januari 1946, TKR diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dan agar tidak timbul persaingan-persaingan maka tanggal 3 Juni 1947 TRI diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertujuan untuk menyatukan TRI dengan laskar dalam satu wadah ketentaraan. Dalam TNI Sudirman menjabat sebagai Panglima Besar, Perjuangan Jendral Sudirman yang paling terkenal salah satunya adalah Perintah Nomor Satu, dengan kepemimpinanannya peran Sudirman sangat mempengaruhi pertahanan kemerdekaan Indonesia. Saat terjadi Agresi Militer Belanda II Sudirman menggunakan taktik perang gerilya yang membuat sekutu tidak mampu menguasai kembali bangsa Indonesia dan ibukota negara dapat di pertahankan.