Konferensi Meja Bundar dan Pengaruhnya terhadap Eksistensi Kemerdekaan Indonesia
Keywords:
Round Table Conference, Independence, IndonesiaAbstract
This writing aims: to examine the background of the implementation of the Round Table Conference, the implementation of the Round Table Conference, and the influence of the Round Table Conference on the existence of Indonesian independence. and discussion, conclusion and writing. The arrival of the Dutch after the independence of the Republic of Indonesia wanted to re-establish colonialism in Indonesia. The independent Indonesian nation firmly opposed colonialism. In facing the Dutch, the Government of the Republic of Indonesia struggled with a strategy of physical struggle and diplomacy. The Dutch were not consistent with the results of the negotiations by carrying out their Military Aggression twice. The result of the Dutch Military Aggression turned out to be causing protests, criticism, and pressure from the world. Finally, the UN Security Council issued a resolution on January 28, 1949. The UN Commission was finally able to force the Netherlands to resolve the problem through a negotiating table called the KMB. The Konferensi Meja Bundar was held from 23 August 1949 to 2 November 1949 in The Hague by producing three main agreements, namely: the Transfer of Sovereignty Charter, the Indonesian-Dutch Union Charter with an attachment to the approval of the Kingdom of the Netherlands and the RIS government, and the Transitional Regulation which contained regulations that related to the transfer of sovereignty. With KMB, the Indonesian nation began to enter a new era in government life. The form of state produced by the United States Konferensi Meja Bundar is less acceptable to the people. Due to the many demands from the states, it finally returned to the form of the Unitary State of the Republic of Indonesia until now.
Keywords : Round Table Conference, Independence, Indonesia AbstrakPenulisan ini bertujuan: untuk mengkaji tentang latar belakang pelaksanaan Konferensi meja bundar, pelaksanaan Konferensi meja bundar, dan pengaruh Konferensi meja bundarterhadap eksistensi kemerdekaan Indonesia .Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode sejarah dengan langkah-langkah: pengumpulan data, melakukan kritik data, analisis dan pembahasan, menyimpulkan dan penulisan. Kedatangan Belanda pasca kemerdekaan RI ingin menegakkan kembali kolonialisme di Indonesia. Bangsa Indonesia yang telah merdeka dengan tegas menentang kolonialisme Dalam menghadapi Belanda, Pemerintah RI berjuang dengan strategi perjuangan fisik dan diplomasi. Pihak Belanda tidak konsekuen terhadap hasil-hasil perundingan dengan melakukan Agresi Militernya sampai dua kali. Akibat dari Agresi Militer Belanda ternyata menimbulkan protes, kecaman, dan tekanan dari dunia. Akhirnya Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi tanggal 28 Januari 1949. Komisi PBB akhirnya dapat memaksa Belanda untuk menyelesaikan permasalahan melalui meja perundingan yang disebut KMB. Konferensi Meja Bundar diselenggarakan tanggal 23 Agustus 1949 sampai tanggal 2 November 1949 di Den Haag dengan menghasilkan tiga induk persetujuan, yakni: Piagam Penyerahan Kedaulatan, Piagam Uni Indonesia-Belanda dengan lampiran persetujuan pemerintah Kerajaan Belanda dan pemerintah RIS, dan Peraturan Peralihan yang memuat peraturan-peraturan yang bertalian dengan penyerahan kedaulatan. Dengan Konferensi Meja Bundar bangsa Indonesia mulai memasuki era baru dalam kehidupan pemerintahan. Bentuk negara yang dihasilkan Konferensi Meja Bundar Negara Serikat kurang dapat diterima oleh rakyat. Akibat banyaknya tuntutan dari negara-negara bagian, akhirnya kembali menjadi bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga sekarang.
Keywords : Konferensi meja bundar, Kemerdekaan, Indonesia ReferencesDekker, Nyoman, 1980, Sejarah Revolusi Nasional, Jakarta: PN Balai Pustaka.
Ide Anak Agung Gde Agung, 1983, Renville, Jakarta Sinar Harapan.
, 1984, Dari Negara Indonesia Timur Ke Republik Indonesia Serikat, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
, 1995, Pernyataan Royen van Roijen 7 Mei 1949, Jakarta: Yayasan Pustaka Utama.
, 1997, Persetujuan Linggarjati Prolog dan Epilog, Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Ketut Sedana dan Ketut Magi, 2014, Sejarah Indonesia: dari Proklamasi sampai orde Reformasi, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Marwati Djoened Puspoenegoro dan Nugroho Notosusanto, 1990, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Balai Pustaka.
Moedjanto, G., 1988, Indonesia Abad ke-20 I: Dari Kebangkitan Nasional sampai Linggarjati, Yogyakarta: Kanisius.
, 1989, Indonesia Abad ke-20 I: Dari Perang Kemerdekaan Pertama sampai PELITA III, Yogyakarta: Kanisius.
Notosoetardjo, 1956, Dokumen Konperensi Medja Bundar, Jakarta: NV. Pustaka.
Nugroho Notosusanto, 1964, Hakekat Sejarah dan Metode Sejarah, Bandung: Mega Bookstore bekerjasama dengan Pusat Sejarah Angkatan Bersejanta.
, 1971, Norma-norma Penelitian dan Penulisan Sejarah, Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan Pusat Sejarah ABRI.
Purnawan Tjondonegoro, 1982, Merdeka Tanahku Merdeka Negeriku 1, Jakarta: CV. Nugroho.
Ricklefs, M.C., 2005, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (terj. S. Wahyono, dkk.), Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Rushdy Hoesein, 2010, Terobosan Sukarno dalam Perundingan Linggarjati, Jakarta: Kompas.
Sartono Kartodirdjo, dkk, 1975, Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Simatupang, T.B., 1980, Laporan dari Banaran, Jakarta: Sinar Harapan.
Suratimin dan M. Roem, 1986, Karya dan Pengabdian, Jakarta: Proyen Invetarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.